Laman

Rabu, 02 November 2011

KYAI LURAH SEMAR BADRANAYA

Di teras rumah joglo terdapat patung Semar yang merupakan produk kerajinan terakota (gerabah)dari Kasongan, Desa Bangunjiwo, Kasihan, Bantul yang letaknya di selatan kota Yogyakarta. Seperti diketahui, Kasongan merupakan pusat kerajinan terakota (gerabah) yang sangat terkenal, bahkan sebagian produknya sejak dahulu sudah diekspor ke mancanegara. Patung tersebut meggambarkan Semar sedang mempersilakan para tamu masuk ke rumah joglo dengan ibu jari (jari jempol) tangan kanannya dan tangan kirinya diletakkan di bagian belakang tubuhnya, seperti kebiasaan orang-orang Jawa ketika mempersilakan tamunya masuk ke rumah yang dikunjungi.

Semar atau lengkapnya Kyai Lurah Semar Badranaya merupakan nama tokoh panakawan paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para ksatria dalam pementasan kisah-kisah Mahabhrata dan Ramayana. Sudah barang tentu nama Semar tidak diketemukan dalam naskah asli kedua wiracitra tersebut yang berbahasa Sansekerta, karena tokoh ini merupakan asli ciptaan pujangga Jawa.

Semar termasuk "jalma tan kena kinaya ngapa" yang artinya tidak terpikirkan atau misterius. Terdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal-usul Semar. Namun semuanya menyebutkan tokoh ini merupakan penjelmaan dewa. Para pujangga Jawa dalam karya-karya sastra mereka mengisahkan Semar bukan sekadar rakyat jelata biasa, melainkan penjelmaan Batara Ismaya, kakak dari Batara Guru, raja para dewa.(Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)

Kyai Lurah Semar yang sebenarnya dewa yang menjelma manusia di dunia yaitu "hyang Ismaya" atau "Hyang Asmarasanta" merupakan pamong keturunan Brahma dan Wisnu. Semar kelihatan buruk rupa, tetapi sebenarnya melebihi para dewa. Semar sebagai pamong melindungi alam semesta dan isinya serta melindungi para ksatria penegak kebenaran, keadilan dan kejujuran, dan penuh pengorbanan.



Panggung pertunjukan wayang kulit semalam suntuk di jaman dahulu kala

Dalam pementasan pertunjukan pewayangan (wayang semalam suntuk), Semar selalu muncul sekitar pukul 01.00 dini hari, pada saat pertengahan lakon dalam bentuk goro-goro. Goro-goro dapat berarti keributan, kegemparan, kehebohan (Poerwadarminta, 1968: 289). Namun goro-goro dalam pertunjukan wayang kulit semalam suntuk merupakan pertanda peralihan situasi menuju inti lakon. Dalam pertunjukkan wayang semalam suntuk yang berlangsung selama 7 (tujuh) jam biasanya dimulai pukul 21.00 dan berakhir pukul 04.00 dini hari terdiri dari tiga patet, yaitu patet Nem, patet Songo dan patet Manyura. Patet Nem merupakan bagian awal pertunjukan, patet Songo merupakan bagian inti pertunjukan di mana pada saat inilah adegan goro-goro muncul dan terakhir patet Manyura merupakan bagian penutup pertunjukan. Ketiga patet ini dapat dianalogkan dengan siklus perkembangan kehidupan manusia, dimulai dari kelahiran kemudian dewasa dan akhirnya meninggal dunia. Goro-goro terjadi pada siklus kehidupan manusia menginjak dewasa. (Budaya Wayang "World Masterpiece" Media Berbagi Paguyuban Pecinta Wayang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar