Laman

Kamis, 12 Januari 2012

JOGLO SEBAGAI BANGUNAN TRADISIONAL RUMAH JAWA

Dalam kompleks Rumah Joglo Kino Ning Peni terdapat bangunan tradisional rumah Jawa yaitu Rumah Joglo. Perlu diketahui bahwa bangunan pokok rumah tradisional Jawa ada 5(lima) tipe (jenis), yaitu: Panggung Pe; Kampung; Limasan; Joglo; dan Tajug. Namun dalam perkembangannya, tipe-tipe tersebut berkembang menjadi berbagai tipe dan sub tipe bangunan rumah tradisional Jawa, hanya bangunan dasarnya masih tetap berpola dasar bangunan pada kelima tipe tersebut.

Dalam perkembangan selanjutnya, rumah tradisional Jawa berkembang sesuai dengan perkembangan jaman. Dari perkembangan bangunan rumah Joglo terdapat bangunan rumah Joglo Limasan Lawakan atau Joglo Lawakan, Joglo Sinom, Joglo Jampongan, Joglo Pangrawit, Joglo Mangkurat, Joglo Wedeng, Joglo Semar Tinandhu dan sebagainya.
(http://www.keratonsurakarta.com/rumahjawa.html)

Informasi lain menunjukkan bahwa pada tipe bangunan rumah Joglo terdapat sub tipe bangunan: Tawon Goni, Ceblokan, Pangrawit (terdiri dari Hageng, Lambang Gantung, dan Mangkurat), Lambang Sari, Kepuhan (terdiri dari Lawakan, Limolasan,dan Kepuhan Apitan), Apitan, Wantah, Sinom, dan Trajumas.


Kerangka Rumah Joglo (www.rumahjoglo.com)

Konstruksi inti dan ciri khas rangka atap pada bangunan rumah tradisional Joglo terletak pada susunan struktur rangka atap "brunjung" (bentuk piramida terbalik) di mana makin ke atas makin melebar dan terletak di atas keempat tiang utama "soko guru". Struktur atap tersebut bersusun bertingkat-tingkat sampai dengan posisi "dudur" dan "iga-iga" dan susunan rangka "uleng" yaitu susunan rangka atap berbentuk piramida yang disusun di atas tiang utama "soko guru" ke arah bagian dalam. Kedua struktur ini dikenal dengan nama "tumpang sari" bagian dalam dan bagian luar. Kedua struktur rangka ini merupakan ciri khas yang hanya dimiliki oleh bangunan rumah tradisional bentuk Joglo. Jumlah susunan dan jenis ornamen ini dahulu kala berdasarkan atas keinginan sang pemilik rumah. Hal tersebut mempunyai arti dan makna tertentu yang berhubungan dengan kehidupan manusia di bumi ini.

Pemasangan keseluruhan balok-balok kayu bangunan tradisional Joglo menggunakan sistem "cathokan" yaitu saling terkait dengan sistem tarik, sehingga fungsinya mengikat konstruksi secara rigid. Sistem pengunci pada bagian rangka "brunjung" atau "tumpang" bagian atas dengan sistem "sunduk" dengan "emprit gantil". Posisi pengunci terletak pada tumpang terakhir yang juga merupakan tempat menopang "dudur" dan "iga-iga" untuk menopang konstruksi rangka usuk dan reng atap. "Emprit gantil" ini dibentuk polosan atau diukir dengan ornamen jenis "nanasan".

Pada bagian "uleng" terdapat "dada peksi" atau "dada manuk", yaitu balok melintang yang terletak di tengah "pemindangan". "Dada peksi" ini biasanya diukir sehingga memberikan kesan indah dan mempunyai arti makna tertentu menurut kepercayaan orang Jawa. Struktur atap ini seringkali menggunakan "ander" pada posisi tengah di atas "dada peksi" untuk membantu menopang konstruksi "molo". Tetapi jika pada bagian
tengah "uleng" sudah menggunakan penutup berupa "empyak", maka konstruksi atap tidak lagi mengggunakan "ander". Kestabilan dan nyawa konstruksi bangunan joglo terletak pada keseluruhan konstruksi atapnya. Sebab apabila dilihat dari susunannya terlihat bahwa teori beban konstruksi mengikuti teori gravitasi bumi yang diratakan dengan beban berat pada bagian konstruksi atap yang akan menyebabkan konstruksi keseluruhan rumah menjai stabil dan rigid. (http://www.gebyok.com/tumpang-sari)

Gambar di samping adalah plafond bagian tengah rumah joglo yang bertingkat-tingkat yang disebut dengan tumpang sari. Di bagian tengah terdapat balok kayu berukir yang disebut dengan "dada peksi". Tampak juga dua "nanasan" (emprit gantil) yang menggantung di bagian tengah kiri dan kanan. Plafon ini ditopang langsung oleh keempat tiang utama (saka guru).(www.rumah-jogja.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar