Laman

Sabtu, 30 Juni 2012

KUNJUNGAN TAMU KE KINO NING PENI (03)


Pada tanggal 29 Juni 2012, Teja Primawati Utami, Widyaiswara PUSDIKLAT Perdagangan, Kementerian Perdagangan telah berkunjung ke Kino Ning Peni bersama rekannya.

Rabu, 20 Juni 2012

PEMBERKATAN RUMAH JOGLO KINO NING PENI

Pada tanggal 22 Januari 2012, telah dilakukan pemberkatan Rumah Joglo Kino Ning Peni secara agama Katholik oleh Romo Antonius Hari Kusnoto PR dari Seminari Kentungan Yogyakarta.
Romo Antonius Hari Kusnoto PR memberkati air yang akan dipakai dalam pemberkatan

Senin, 18 Juni 2012


KUNJUNGAN TAMU KE KINO NING PENI (02)

Pada tanggal 12 s/d 14 Juni 2012, para ibu Dharma Wanita sebanyak 11 orang dari eks Sub Unit Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian dan Perdagangan (1999 - 2003) telah bertandang ke Semarang dan bermalam di Rumah Joglo Kino Ning Peni.


Bergambar di depan Rumah Belakang
Bergambar di Depan Rumah Joglo Kino Ning Peni
Bergambar di Depan Bale Kenanga
Bergambar di Tangga Bangunan Perpustakaan

Bergambar di Depan Sentong Jawi, tepat di seberang Bangunan Perpustakaan

KUNJUNGAN TAMU KE KINO NING PENI (01)

KUNJUNGAN Ms. CHIEKO MATSUDA

Pada tanggal 25 Maret 2012, Ms. Chieko Matsuda seorang wanita profesional di bidang Teknologi Informasi berkebangsaan Jepang yang berasal dari Nagoya, Jepang telah berkunjung dan bermalam di Kino Ning Peni. Kunjungannya ini merupakan bagian dari kunjungan wisatanya ke Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Ms. Chieko Matsuda bergambar di depan Rumah Joglo Kino Ning Peni bersama temannya Sekar Budi Windrasari yang berdomisili di Tokyo, Jepang.

Kunjungan Ms Chieko Matsuda kali ini merupakan kunjungan pertamanya ke Jawa Tengah dan Yogyakarta, setelah beberapa kali mengunjungi Bali dan Jakarta.

KUNJUNGAN BAGIAN UMUM PUSDIKLAT KEMENDAG

Pada tanggal 27 Desember 2010, karyawan Bagian Umum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Perdagangan melakukan kunjungan ke Kino Ning Peni sebagai bagian dari rangkaian kunjungan wisata mereka ke Semarang, Magelang dan Tasikmalaya.

Bergambar di depan Rumah Joglo Kino Ning Peni


Bergambar di depan Sentong Jawi

Kamis, 12 Januari 2012

JOGLO SEBAGAI BANGUNAN TRADISIONAL RUMAH JAWA

Dalam kompleks Rumah Joglo Kino Ning Peni terdapat bangunan tradisional rumah Jawa yaitu Rumah Joglo. Perlu diketahui bahwa bangunan pokok rumah tradisional Jawa ada 5(lima) tipe (jenis), yaitu: Panggung Pe; Kampung; Limasan; Joglo; dan Tajug. Namun dalam perkembangannya, tipe-tipe tersebut berkembang menjadi berbagai tipe dan sub tipe bangunan rumah tradisional Jawa, hanya bangunan dasarnya masih tetap berpola dasar bangunan pada kelima tipe tersebut.

Dalam perkembangan selanjutnya, rumah tradisional Jawa berkembang sesuai dengan perkembangan jaman. Dari perkembangan bangunan rumah Joglo terdapat bangunan rumah Joglo Limasan Lawakan atau Joglo Lawakan, Joglo Sinom, Joglo Jampongan, Joglo Pangrawit, Joglo Mangkurat, Joglo Wedeng, Joglo Semar Tinandhu dan sebagainya.
(http://www.keratonsurakarta.com/rumahjawa.html)

Informasi lain menunjukkan bahwa pada tipe bangunan rumah Joglo terdapat sub tipe bangunan: Tawon Goni, Ceblokan, Pangrawit (terdiri dari Hageng, Lambang Gantung, dan Mangkurat), Lambang Sari, Kepuhan (terdiri dari Lawakan, Limolasan,dan Kepuhan Apitan), Apitan, Wantah, Sinom, dan Trajumas.


Kerangka Rumah Joglo (www.rumahjoglo.com)

Konstruksi inti dan ciri khas rangka atap pada bangunan rumah tradisional Joglo terletak pada susunan struktur rangka atap "brunjung" (bentuk piramida terbalik) di mana makin ke atas makin melebar dan terletak di atas keempat tiang utama "soko guru". Struktur atap tersebut bersusun bertingkat-tingkat sampai dengan posisi "dudur" dan "iga-iga" dan susunan rangka "uleng" yaitu susunan rangka atap berbentuk piramida yang disusun di atas tiang utama "soko guru" ke arah bagian dalam. Kedua struktur ini dikenal dengan nama "tumpang sari" bagian dalam dan bagian luar. Kedua struktur rangka ini merupakan ciri khas yang hanya dimiliki oleh bangunan rumah tradisional bentuk Joglo. Jumlah susunan dan jenis ornamen ini dahulu kala berdasarkan atas keinginan sang pemilik rumah. Hal tersebut mempunyai arti dan makna tertentu yang berhubungan dengan kehidupan manusia di bumi ini.

Pemasangan keseluruhan balok-balok kayu bangunan tradisional Joglo menggunakan sistem "cathokan" yaitu saling terkait dengan sistem tarik, sehingga fungsinya mengikat konstruksi secara rigid. Sistem pengunci pada bagian rangka "brunjung" atau "tumpang" bagian atas dengan sistem "sunduk" dengan "emprit gantil". Posisi pengunci terletak pada tumpang terakhir yang juga merupakan tempat menopang "dudur" dan "iga-iga" untuk menopang konstruksi rangka usuk dan reng atap. "Emprit gantil" ini dibentuk polosan atau diukir dengan ornamen jenis "nanasan".

Pada bagian "uleng" terdapat "dada peksi" atau "dada manuk", yaitu balok melintang yang terletak di tengah "pemindangan". "Dada peksi" ini biasanya diukir sehingga memberikan kesan indah dan mempunyai arti makna tertentu menurut kepercayaan orang Jawa. Struktur atap ini seringkali menggunakan "ander" pada posisi tengah di atas "dada peksi" untuk membantu menopang konstruksi "molo". Tetapi jika pada bagian
tengah "uleng" sudah menggunakan penutup berupa "empyak", maka konstruksi atap tidak lagi mengggunakan "ander". Kestabilan dan nyawa konstruksi bangunan joglo terletak pada keseluruhan konstruksi atapnya. Sebab apabila dilihat dari susunannya terlihat bahwa teori beban konstruksi mengikuti teori gravitasi bumi yang diratakan dengan beban berat pada bagian konstruksi atap yang akan menyebabkan konstruksi keseluruhan rumah menjai stabil dan rigid. (http://www.gebyok.com/tumpang-sari)

Gambar di samping adalah plafond bagian tengah rumah joglo yang bertingkat-tingkat yang disebut dengan tumpang sari. Di bagian tengah terdapat balok kayu berukir yang disebut dengan "dada peksi". Tampak juga dua "nanasan" (emprit gantil) yang menggantung di bagian tengah kiri dan kanan. Plafon ini ditopang langsung oleh keempat tiang utama (saka guru).(www.rumah-jogja.com)

Kamis, 08 Desember 2011

GRAMOPHONE

Di dalam rumah joglo Kino Ning Peni terdapat gramophone manual (digerakkan menggunakan tangan yang memutar engkol) dengan merek "His Master Voice". Gramophone ini memutar piringan hitam dengan jarum yang mengikuti lekukan yang ada pada jalur-jalur di atasnya.

Sejarah piringan hitam diawali oleh Leon Scott yang menemukan dan mematenkan "phonautograph" pada tahun 1857 yang menggunakan diafragma bergetar dan stylus untuk grafis yang merekam gelombang suara. Pada waktu itulah rekaman suara pertama kali mulai dikenal. Pada tahun 1860, Scoot membuat "phonautograms"yang merekam nyanyian dan pidato.

Pada tahun 1877, Thomas Alfa Edison menemukan "phonograph" yang berbeda dengan "phonautograph", di mana alat ini mampu merekam dan mereproduksi suara. Pada satu dekade kemudian Edison mengembangkan "gramophone".

Merek yang tercantum pada gramophone

Nama gramophone sendiri berasal dari Emilie Berliner yang pada tahun 1888 menemukan cakram, piringan hitam jenis baru yang menamakannya dengan "Berliner Gramophone". Cakram Berliner pertama kali dipasarkan di Eropa pada tahun 1889 yang memiliki diameter 5 inchi dan dimainkan dengan mesin propeler kecil yang digerakkan tangan. Pada masa itu, gramophone hanya terbatas dimiliki oleh kalangan menengah atas.
(Wikipedia, Ensiklopedia bebas)